Setelah "Pelajaran Berharga", kualitas aktivitas bersenggama kami semakin membaik walaupun dari segi kuantitas belum seperti yang saya harapkan. Namun ada saat-saat yang tidak kuduga, istriku tercinta sudah suka meminta bahkan tidak ragu-ragu untuk memulai.
Seperti dini hari ini, istriku tiba-tiba memeluk dan meraba. Karena tidak ada pikiran ke arah itu, saya diamkan dan tetap mencoba untuk tidur kembali. Makin lama rabaannya menuju daerah sensitifku, akhirnya ku balikkan badan dan berhadapan muka. Dia memelukku makin erat dan menciumi pipiku.
"Ma..., apa-apaan ini?", tanyaku dengan rasa senang.
"Mama mau dong", bisiknya mesra.
"Mau apaan, masih dingin nich", jawabku sambil balas meraba daerah sensitifnya.
"Mau neng..., oneng..., oneng", sambil menarik penisku keluar sarangnya.
"Ugh...", istri saya mulai meremas dan mengocok penisku.
"Ma..., 69 yuk...", ajakku mesra
"Nggak ah..., nanti saja kalau baru mandi", balasnya sambil memainkan penisku.
"Kalau begitu ayo mandi", bisikku.
"Tadi katanya masih dingin...", bisiknya menimpali.
"Siapa yang nggak kepanasan kalau diginiin", sambil menyingkap bibir kemaluannya. "Uh..., Papa nakal...", balasnya dengan agak genit.
"Nakal untuk Mama khan", kucoba meraih payudaranya dari balik blus yang dipakainya.
"Jangan..., itu punya Tari (nama putri kami)", cegahnya sambil mencekal tanganku mencapai payudaranya.
Kan ini milik Papa..." rajukku.
"Papa, Tari kan susah nenennya. Nanti malah tidak mau lagi", timpalnya genit.
"Tapi Papa kan nggak ngerokok ini..."bujuk saya, tetapi usaha itu tetap tidak berhasil.
Hampir istriku mogok, untuk saat ku masukkan jari tengah ke kewanitaannya, istriku terangsang kembali dan merapatkan kedua pahanya. Kusibakkan pahanya dengan memasukkan kakiku, dan istriku makin melebarkan kakinya mempersilakan penisku memasuki gerbangnya. Akhirnya masuklah penisku dengan sukses menghantarkan kenikmatan yang tidak terkatakan. "Ma..., kalau tahu kawin itu nikmat, mengapa tidak dari dulu-dulu kita kawin yah..." godaku sedikit nakal.
"Enak saja..." jawab istriku sambil merem-melek menikmati goyangan yang tidak ada pengaturnya.
Sambil tetap goyang pinggul dengan semangatnya, saya cium muka istriku dengan mesra. Ku coba meraih putingnya yang masih terbungkus blus. Karena tidak ada usaha pencegahan, akhirnya blus itu ku lepaskan dengan bantuannya.
"Pa..., ayo nenen Pa...", pintanya mesra.
"Mana nenennya", godaku sedikit nakal.
"Papa nakal yah...", sambil menghantarkan putingnya ke mulutku seperti hendak menenenkan Tari. Tanpa menunggu permintaan kedua kalinya, kuserbu putingnya dengan penuh semangat, istriku turut membantu dengan membusungkan dadanya agar semua payudaranya merasakan hisapan mulutku.
"Pa... goyang dong Pa..."pinta istriku, mendengar permintaan itu dan tahu istriku mau orgasme, ku percepat goyangan pinggulku yang diikutinya dengan melingkarkan kakinya ke kakiku.
"Ugh...", akhirnya istriku sampai dan langsung tergeletak lemas.
"Mama sudah sampai yach", bisikku pelan.
"Iya, Papa belum?", balas istriku.
"Kok nggak ada yang nyemprot?", godaku mesra.
"Ayo..., Papa ingat yang di cerita 17Tahun itu yach..., Papa ragu?", balasnya sambil mencubit bahuku.
Akhirnya ku akui istriku memang tidak menyemburkan cairan orgasmenya, namun yang pasti istriku merasakan orgasme juga. Kadang bisa berkali-kali bila memang sedang terangsang.
Seperti dini hari ini, istriku tiba-tiba memeluk dan meraba. Karena tidak ada pikiran ke arah itu, saya diamkan dan tetap mencoba untuk tidur kembali. Makin lama rabaannya menuju daerah sensitifku, akhirnya ku balikkan badan dan berhadapan muka. Dia memelukku makin erat dan menciumi pipiku.
"Ma..., apa-apaan ini?", tanyaku dengan rasa senang.
"Mama mau dong", bisiknya mesra.
"Mau apaan, masih dingin nich", jawabku sambil balas meraba daerah sensitifnya.
"Mau neng..., oneng..., oneng", sambil menarik penisku keluar sarangnya.
"Ugh...", istri saya mulai meremas dan mengocok penisku.
"Ma..., 69 yuk...", ajakku mesra
"Nggak ah..., nanti saja kalau baru mandi", balasnya sambil memainkan penisku.
"Kalau begitu ayo mandi", bisikku.
"Tadi katanya masih dingin...", bisiknya menimpali.
"Siapa yang nggak kepanasan kalau diginiin", sambil menyingkap bibir kemaluannya. "Uh..., Papa nakal...", balasnya dengan agak genit.
"Nakal untuk Mama khan", kucoba meraih payudaranya dari balik blus yang dipakainya.
"Jangan..., itu punya Tari (nama putri kami)", cegahnya sambil mencekal tanganku mencapai payudaranya.
Kan ini milik Papa..." rajukku.
"Papa, Tari kan susah nenennya. Nanti malah tidak mau lagi", timpalnya genit.
"Tapi Papa kan nggak ngerokok ini..."bujuk saya, tetapi usaha itu tetap tidak berhasil.
Hampir istriku mogok, untuk saat ku masukkan jari tengah ke kewanitaannya, istriku terangsang kembali dan merapatkan kedua pahanya. Kusibakkan pahanya dengan memasukkan kakiku, dan istriku makin melebarkan kakinya mempersilakan penisku memasuki gerbangnya. Akhirnya masuklah penisku dengan sukses menghantarkan kenikmatan yang tidak terkatakan. "Ma..., kalau tahu kawin itu nikmat, mengapa tidak dari dulu-dulu kita kawin yah..." godaku sedikit nakal.
"Enak saja..." jawab istriku sambil merem-melek menikmati goyangan yang tidak ada pengaturnya.
Sambil tetap goyang pinggul dengan semangatnya, saya cium muka istriku dengan mesra. Ku coba meraih putingnya yang masih terbungkus blus. Karena tidak ada usaha pencegahan, akhirnya blus itu ku lepaskan dengan bantuannya.
"Pa..., ayo nenen Pa...", pintanya mesra.
"Mana nenennya", godaku sedikit nakal.
"Papa nakal yah...", sambil menghantarkan putingnya ke mulutku seperti hendak menenenkan Tari. Tanpa menunggu permintaan kedua kalinya, kuserbu putingnya dengan penuh semangat, istriku turut membantu dengan membusungkan dadanya agar semua payudaranya merasakan hisapan mulutku.
"Pa... goyang dong Pa..."pinta istriku, mendengar permintaan itu dan tahu istriku mau orgasme, ku percepat goyangan pinggulku yang diikutinya dengan melingkarkan kakinya ke kakiku.
"Ugh...", akhirnya istriku sampai dan langsung tergeletak lemas.
"Mama sudah sampai yach", bisikku pelan.
"Iya, Papa belum?", balas istriku.
"Kok nggak ada yang nyemprot?", godaku mesra.
"Ayo..., Papa ingat yang di cerita 17Tahun itu yach..., Papa ragu?", balasnya sambil mencubit bahuku.
Akhirnya ku akui istriku memang tidak menyemburkan cairan orgasmenya, namun yang pasti istriku merasakan orgasme juga. Kadang bisa berkali-kali bila memang sedang terangsang.