logo blog

Bercinta Dengan Perawat Yang Montok

Namaku Johan, dipanggil Jo. Peristiwa ini terjadi ketika aku kuliah di salah satu universitas negeri di Surabaya. Sebagai mahasiswa yang merantau, aku kuliah sambil bekerja di perusahaan kecil bagian ekpedisi. Pagi tanggal 18 Mei 1998, aku bertugas mengantar paket kesuatu tempat. Ku kendarai motor bebek ku dengan kecepatan tidak lebih dari 40 Km/jam. Karena lalu lintas kendaraan dijalan pada jam 08. 00 sampai jam 11. 00 sangat padat di kota buaya ini. Apalagi di jalan Kertajaya yang ku lewati. Kecepatan motor yang pelan ini mengundang aku untuk melamun. Lamunanmulai dari beban kuliah sampai kepada beban hidup. Namun lamunanku tak berjalan lama, suara teriakan wanita ditengah bisingnya suara kendaraan menyadarkan ku. "ToloooooongCoppett... copett .... copett" Suara terdengar dari belakang. Belum sempat aku menoleh kebelakang, suatu sentakan benda keras dari belakang mendorong motor ku. Tanpa kendali, gas motor yang ku pegang tertarik. Dan motor yang ku kendarai seketika melaju kencang. Dan.... prakkkkkkkk motor yang akan menyalib ku tumbang tertabrak. Keras sekali. Aku terjungkal kedepan begitu juga dua penumpang motor yang ku tabrak terpelanting membentur mobil disebelah kanan. Dalam kondisi dada terasa sesak dan mata nanar, aku melihat kedua orang itu berusaha bangkit namun beberapa orang dari sisi-sisi mobil datang menghadang dan memeganginya. Dan selanjutnya aku tak sadar diri.

Bau parfum ruangan menyadarkan ku. Aku sudah berada disebuah tempat tidur yang empuk. Ku amati sekeliling, sembari berusaha duduk. Terasa kepala dan dada kusakit. Aku berbaring kembali. Lampu TL 40 watt menerangi ruangan 4x4 serba putih tertata rapi. Hanya horden jendela yang berwarna biru muda. Tak terdengar suara apapun sehingga menimbulkan rasa tenang, Pasti ini rumah sakit, pikirku. Benar. Seorang gadis berbusana putih, bertubuh langsing dan berkulit putih bersih masuk kekamar. Aku terpana melihat sosok yang aduhaiii ini. "Selamat siang, mas ! Bagaimana ? Masihrasa sakit ?", suara nya lirih disertai senyum manis. "Sedikit..kepala dan dada ! ", jawabku sambil membenarkan letak bantalku. "Oooo.. kalau begitu jangan banyak bergerak dulu ya !!!", dia mendekati ku. Kini gadis itu tepat disamping tidurku. Kulitnya putih dan halusjelas dihadapanku. Bibirnya merekah seakan selalu tersenyum sertai lesung pipit indah. Bulu halus dilengannya tampak begitu lembut. bak permadani. Buah dada yang terbungkus bra dan tertutup pakaian, cukup besar dan menantang. Bau farfum tubuhnya mengalahkan bau parfum ruangan. Aku teringatEvelin, teman SMA dulu yang sempat ku taksir. Hampir sama. Wajahnya bulat telur, rambut lurus terjuntai sebahu, mata menatap redup dan syahdu. Ohhh indah sekali, hatiku berbunga mendapatkan kembali pemandang wajah cantik seperti dulu di SMA. Waktu itu wajah Evelin merupakan teman lamunanku pada penghantar tidur. Dia tak dapat ku dekati. Jangankan menyentuhnya, menyapanya pun aku belum pernah.

Ya ..terus terang aku sangat tidak pede terhadap wanita. Dan sekarang gadis dengan wajah yang sama itu berada dekat ku. "Mau minum apa, mas ?!!" suaranya memecah lamunan ku. Aku terdiam cukup lama. Dia tertawa kecil. "Wahhh ..melamun ya!!!" "Ehhh..nggak. Mbak ngomong apa sih !" "Suka minum apa ?!." "Apa sajalah !". "Air aki ??". Mimiknya serius namun terkesan menggoda. "Boleh..asal minum berdua" Aku reflek bersuara. "Asyikkkkk ... mati sama-sama bagaikan Romi dan Juli" "Ya..nantiakan ditulis di Jawa Post, telah mati dengan selamat dua ekor anak manusia tanpa meninggalkan identitas yang jelas" Aku menimpali, berpura-pura acuh memandang ke plafon. "Anak kucing kali !" Dia dengan berani mencubit paha ku. Yang ku rasakan bukan sakit tetapi geli. "Anak kucing berbulu singa" Ku timpali lagi sambil membenahi selimut ku. "Artinya......." Dia mengambil kursi. Duduk dan meletakkan tangan kananya ke tempat tidur serta menopang dagunya., menunggu penjelasanku. "Artinya kucing yang bernafsu besar !" Ku jawab seenaknya. "Hiiiiiii gilani "Kini dia memukul ku sambil beranjak dari duduk. Aku tertawa geli melihat ketidak senangannya. "Ehheeee ... jangan salah.... maksudnya saking nafsunya, air aki di minum.... iyakan" Dia berpindah duduk di sofa. Aku memiringkan tubuh ke kekanan, menghadapnya. Ditumpangkannya kaki kanan kekaki kirinya. Rok putih yang sebatas lutut itu terangkat. Ku lihat betis dan paha yang putih mulus. Dalam hati ku berteriak ... ohhh sungguh indah dan sempurnanya. Kaki yang jenjang itu berjuntai dan bergoyang, ingin hati ku mengusapnya dan merasakan kehalusan kulit kaki sampai paha itu. "Akan ku ambilkan air susu" Dia beranjak dari duduk memecah lamunanku. "Awas ..jangan salah peras!!" Aku menggoda. "Hiiii.. jorok terus pikirannya" "Nah ..salah lagi pikirannya... itu lho handuk kompres jangan salah peras" Aku berkilah.

Dia mencibir sambil berlalu keluar kamar. Ku ikuti langkahnya dengan pandangan mata tak berkedip. Aduhai dibalik rok putih itu, pantatnya bergoyang indah. Ingin ku remas untuk merasakan empuknya bantalan duduk itu. Bercanda dengan gadis cantik membuatsakit kepala dan nyeri dada ku hilang. Pantas lah perawat pada rumah sakit yang berkelas selalu yang muda, cantik dan ramah. Ada effek pyschologis dalam mempercepat penyembuhan pasien. Dan sementara rumah sakit kelas bawah diberikan perawat yang sudah uzur, galak dan ahhhhh pokoknya rumah sakit jadi betul-betul sakit. "Selamat siang pak Johan" Seorang lelaki baya keturunan Cina menyapa bersamaan dengan terbukanya pintu kamar. Lelaki itu langsung mendekat ke pembaringanku. "Perkenalkan nama saya Ganda Wijaya" Dia mengulurkan tangan kanannya. Ku sambut dan ku salami. "Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak, karena telah menyelamatkan uang perusahaan saya dari tukang copet tadi pagi di Kertajaya." Dia melanjutkan percakapan sambil duduk dikursi disamping tempat tidur ku. Ucapan pak Ganda ini, baru mengingatkan ku kepada motor dan paket yang ku bawa untuk diantar. Sewaktu bersama gandis cantik tadi tidak ingat. Dan setengah tak sabar aku bertanya. "Bagaimana motor dan paket yang saya bawa" "Motor, saya bawa ke bengkel untuk diperbaiki. Dan paket sudah saya bawa kembali ke Ahui. Kebetulan saya kenal Ahui." Ahui, boss perusahaan tempat aku bekerja. Aku mengangguk namun masih bingung. Ingin bertanya tetapi mulut ku terkunci.

Heran, tidak seperti bertemu gadis cantik tadi, aku bicara justru lebih lancar dari biasanya. Lelaki baya itu agaknya mengerti akan kebingunganku. "Mengenai biaya perbaikan motor nanti urusan saya. Juga kesehatan bapak. Bapak sekarang ada dirumah saya, kebetulan anak saya Silvia buka praktek dirumah 24 jam. Ini kamar dilantai 4, jadi jangan heran kalau sunyi seperti di rumah sakit karena memang di design seperti itu. Saya harap bapak tinggal disini sampai sembuh betul. Nanti ada Emi yang melayani keperluan bapak" Wowww ... tinggal di hotel mewah serba gratis ditemani gadis cantik, pekik ku dalam hati. "Mohon maaf yapak, saya tidak bisa lama disini karena harus ke Jakarta. Tolong pak, kalau ada keperluan lain yang belum ada disini diminta ke Emi." Aku hanya sempat mengangguk dan menyalaminya. Lelaki itu lenyap dibalik pintu. Hotel atau Rumah sakit ....... ehhheeee aku termangu dalam kesendirian. Pokoknya asikkkk.

Ku coba bangkit dari tidur ku. Ohh lega kepala tidak terasa sakit lagi. Dada ku hanya terasa nyerisedikit. Aku ingin ke kamar mandi. Ku jejakan kaki ku di ubin sambil berpegangan pada bibir tempat tidur, takut kaki ku tak kuat menopang badan ku. Seperti kakek-kakek yang sudah tua renta, aku bertatih-tatih ke kamar mandi. Ku tutup kamar mandi dan aku mulai melepas piama yang ku pakai. Belum lama berselang suara dari luar kamar mandi menyeruak memecah kesunyian. "Mas, kok nggak nunggu aku. Katanya masih pusing.. Awas lho nanti jatuh" Itu suara Emi, pikir ku. "Sudah..aku sudah nggak sakit "jawab ku "Ya... tapi pintunya jangan dikunci ""Emang mau mandi bareng ?!!" aku menggoda sambil membuka kran shower mengguyur air kebadan ku "Uhhhh gilani .... cepatan mandinya, nanti makanannya keburu dingin !" Selesai mandi, baru aku tersadar bahwa aku tidak membawa handuk. "Mbak..tolong handuknya !!"aku setengah berteriak. "Nah..makanya ........" Ku dengar pintu lemari di buka, tak lama pintu kamar mandi didorong. "Heeiiii... sabar dikit..aku buka kuncinya. Letakkan saja di pegangan pintu." "Iya.. iya memang aku mau masuk !" "Kali-kali mau tahu isinya ..hihihi.." "Tadi pagiaku sudah tahu isinya. Memang yang memakaikanpiama mas Johan siapa !" Mati aku, pikir ku.

Aku keluar dari kamar mandi. Ku lihat Emi memandang ku tersenyum penuh kemenangan. Aku terperangah dan terpojok. Sekejab suasana terasa kaku. Aku jadi salah tingkah. "Mas... kalau sudah siap, mari makan !" Aku tersadar dan mengangguk. "Mbak..juga makan" "Ehhh... mulai saat ini jangan panggil aku mbak... panggil saja Emi" "Dan juga ... jangan panggil aku mas .... panggil akuJo. OK ?!" Kami berpandangan, tersenyum dan serentak mengangguk setuju. Makanan hangat terhidang seperti di hotel berbintang lima. Aku makan dengan lahapnya, maklum tadi pagi aku tidak sarapan. Sambil makan, aku mulai mendapat informasi lengkap tentang Pak Ganda Wijaya, dokter Silvia dan Emi. Pak Ganda, seorang pengusaha real estate di Jakarta. Silvia, anaknya semata wayang. Kuliah Kedokteran Jerman dan baru saja selesai. Silvia teman Emi sewaktu di SMA. Sebenarnya Emi masih merupakan saudara sepupu Silvia. Karena teman se SMA, persahabatan mereka sangat dekat. Sewaktu Emi sekolah ke Jerman, Emi diajak, namun dia tidak mau dan memilih sekolah perawat di Bandung. Maka mereka sama berjanji setelah selesai sekolah pulang ke Surabaya dan bekerja sama membuka usaha. Kini jadilah rumah perawatan SIVA, yang pasien masih kepada orang terdekat. Informasi yang menarik, Silvia punya pacar pemuda Perancis bernama Sesac. Ketika Sesac dan Silviaberkunjung ke Bandung bertemu Emi, Sesac secara terus terang tertarik kepada Emi. Silvia dengan lapang dada melepas Sesac untuk sahabatnya. Karena memang hubungan Silvia dengan Sesac pun baru pada taraf berteman biasa. Dari sebab itu, rasa persaudaraan Emi kepada Silvia sangat erat. Kemudian dimana Silvia sekarang dan dimana Sesac ?!! Silvia, setelah memeriksa kondisi tubuh ku langsung berangkat ke Jakarta menghadiri seminar.

Dia tahu kondisi ku tidak parah. Dan dia berpesan kepada Emi untuk merawatku sampai sembuh. Jangan pulang sebelum dia datang. Akan halnya Sesac, masih di Jerman menyelesaikan S2. Dan akan selesai dan datang ke Indonesia akhir tahun 1999. Jam menunjukkan pukul 04. 00 sore, kami sama tersentak kaget. Tak terasa cerita Emi dan diakhiri dengan ceritaku membuai kami selama 2 jam. "Sekarang, tiba saatnya aku mau mandi" "Ya sampai nanti dalam acara yang lain" candaku. "Hmmmm sampai nanti malam" Aku tak menjawab hanya tersenyum kecil. Dia mencubit ku dan berlari keluar kamar sambil membawa nampan berisi piring kosong. Baru sehari aku disini tetapi serasa sudah tidak merasa asing. Yaaa karena Emi yang dapat diajak bercanda atau yaa memang ruangnya juga menyenangkan dibandingkan kamar kost ku yang sumpek. Jam menunjukan pukul 08. 00 malam, aku masih asik nonton TV. Pintu kamar diketok perlahan. "Jo.. sudah tidur ?!.... buka pintunya !!" Suara Emi, aku sudah hafal. Ku buka pintu kamar, dia tersenyum. Ku pandangi dia dari kepala sampai ke kaki. Dia mengenakan kaos oblong yang longgar dan panjang hingga menutupi sebagian paha. Sekilas sepertinya dia tidak memakai celana, tetapi dari terobosan cahaya lampu dia memakai celana pendek ketat. "Kok melihat ku seperti itu sihhhh" "Takut, kakimu tidak menginjak lantai" aku bercanda. Seketikaitu dia mendorongku kedalam kamar. Mukanya pucat.. Melihat ini jadi tersadar menakutinya. "Ehh ... nggak aku hanya main-main "aku menetralisir ketakutannya. Emi dengan wajah cemberut langsung ke sofa dan merebahkan tubuhnya dengan tertelungkup. Matanya tertuju ke TV. "Akuikut nonton ya. Malas nonton sendiri dikamar" Sambil membetulkan duduk ku di lantai, aku menoleh kepadanya sambil tersenyum. Dia membalas dengan senyum manisnya. Dan selanjutnya aksi Jacky Chen di TV membuat kami terbuai dan diam. Adegan demi adegan berlangsung mengasikkan membuataku lupa Emi. Kira-kira 45 menit berlalu, film Jacky selesai.

Aku menoleh ke Emi. Astaga..ternyata dia sudah tertidur pulas. Mana.... yang katanya ikut nonton, pikir ku. Ini sih numpang tidur, bisikku. Aku tertawa dalam hati. Mata ku sudah lelah, namun bagaimana dengan gadis yang dengan pulasnya tidur sofa. Akankah aku biarkan dia tidur disitu sampai pagi. Atau aku bangunkan untuk pindah tidur dikamarnya. Atau aku angkat ketempat tidurku dan aku tidur di sofa. Bagaimana ??. Uhhh cilaka juga nih, pikirku. Ahhhh lebih baik ku bangunkan saja supaya tidak beresiko, karena terus terang aku tidak berpengalaman terhadap wanita. Apalagi gadis cantik seperti ini. Ditengah aku berpikir, Emi menggeliat, memutar tubuhnya. Aku berharap dia terjaga. Eeeee tidak sesuai dengan harapanku. Uhhhhh sudah.. kalau begini di bangunkan saja. Ku pegang lengannya dan ku gerakkan beberapa kali. Tidak ada reaksi. Dia tidur begitu pulas. Aku semakin ngantuk. Ahhhh ku angkat saja, pikir ku. Dan tanpa pikir panjang, ku bentangkan tangan ku ke tengkuk dan belakang lutut kedua kakinya. Dan hoppp ku angkat, kemudian ku letakkan di tempat tidur ku. Ku ambil selimut dan ku tutupi selimut ke tubuhnya supaya hangat. Beressss, aku ke sofa dan membaringkan tubuh ku. Ngantuk sangat dan tak ada pikiran lain yang masuk diotakku kecuali menikmati tidur sampai pagi. Hanya mungkin kira-kira tiga puluh menit aku tertidur, terasatangan halus memegang lengankudan suara merdu memanggilku. "Jo... bangun Jo !!" Aku membuka mata ku. Emi berdiri di disamping sofa. Aku bangkit duduk dengan malas. "Jam berapa ?" "Jam sembilan lewat lima menit. Sorry ya Jo, aku ketiduran" "Tak apa.... lantas kok ..." "Aku mau ke kamar ku" "Sudah.... tidur disini saja.." "Nggak enak.. kamu tidur di sofa" "Nggak apa-apa, aku biasa tidur dimana saja". Aku berdiri sambil melenturkan badan kekanan dan kekiri. "Nggak ah.. aku mau kekamarku saja. Kau temanin aku, Jo" Emi berjalan menuju pintu kamar.

Aku diam memandanginya. Dia menoleh ku. "Ayo Jo, antarin aku kekamar" "Ada apa sih, kok pakai diantar" "Aku takut" "Perawat takut ?. Aneh !" Emi tidak berkata menghampiri dan menarik tangan ku. Aku terpaksa mengikutinya. Ku tarik pinggangnya yang ramping, ku dekatkan tubuhnya ke tubuhku. Dia membalas memeluk pinggangku erat-erat. Seperti dua sejoli sedang mabuk cinta. Aku dan Emi berjalan keluar kamar. Tak ada perasaan apa-apa. Aku menggandeng dan memeluknya terasa seperti sahabat akrab. "Berapa lama Em jadi perawat ?!!" "Satu tahun.. kenapa !!" Aku tersenyum kecil. Dia merasa dipermainkan kemudian mencubit ku. Ku cubit pantatnya, sebagai balasan. Dia meringis. Dia melepaskan rangkulannya dan menuju ke pintu kamarnya.. Aku berhenti melangkah. Aku antar sampai disini, pikir ku. "Aku kembali ya !!!" "Tunggu ..... Jo" Aku urung membalikkan tubuh ku. Ku tunggu. Apa lagi, pikirku. "Masuk dulu" "Sudah malam nih.. besok saja" "Masuk lah dulu.. Jo" Dia memelas. Aku garuk-garuk kepala. Ruang kamar itu tercium harum menusuk hidungku. Mata ku berkitar mengunjungi sudut-sudut kamar. Kamar gadis tidak seperti kamar perjaka, bersih dan teratur rapi. Tempat tidur dengan sprei putih dengan renda berbunga kecil di tepinya, di padankan dengan dua bantal kepala dan bantal guling berbungkus warna biru muda. Dibawah jendela, disudut ruang dan dipinggir tempat tidur terletak meja kecil yang bertaplak biru muda. Diatas meja itu berdiri anggun vas bunga berwarna biru pula. Didalam kamar Emi ini, aku tak merasa malam hari. Karena empat lampu menerangi empat sudut ruangan.

Kamar ini seperti kamar hotel berbintang. Aku melihat ada tiga pintu. Satu pintu keluar, yang aku dan Emi masuk tadi. Satu pintu kamar mandi, dugaan ku karena didepan pintu itu ada handuk. Dan pintu satu yang cukup jauh dari aku berdiri, tak dapat ku ketahui. "Duduk ..Jo..akan ku buatkan jeruk hangat" Emi menutup pintu dan kemudian menuju pintu yang tak ku ketahui tadi. Dan oooo ternyata pintu menuju dapur. Alangkah enaknya jadi orang yang punya, pikir ku. Tak lama, Emi muncul membawa dua gelas jeruk hangat dan setoples keripik singkong. Melihat minuman, aku jadi merasa haus. Aku duduk di kursi rotan berlengan. Emi meletakkan nampan itu di meja, kemudian duduk di kursi didepan ku. Tanpa basa basi, aku langsung mengambil dan meminum jeruk hangat. Ku lihat, Emi tersenyum-senyum memandang tingkahku. "Biar cepat dan aku kembali tidur" Aku berkilah menutupi kecanggunganku. "Tidur disini saja.. Jo sebentar lagi juga sudah pagi" Reflek aku memandang ke jam dinding disamping kanan ku. Pukul09. 50. "Lantas.. aku tidur dimana dan kau tidur dimana??!!" Emi tertawa kecil. Aku heran melihatnya. Dia kembali tertawa. Tak ada yang lucu, pikir ku. Karena memang tempat tidur hanya satu buah walaupun agak lebih besar dari tempat tidur dikamar yang ku tempati. "Jo..kau tidur disini dan aku tidur disana" Emi menunjuk tempat tidur yang sama. "hnnggggg ..kumat ?!" "Eeee aku serius lho !!" "Aku nggak ah..kembali kekamarku biar bebas" "Silahkan..lewat jendela, karena pintunya sudah ku kunci" Aku terperangah. Gila juga gadis ini, pikir ku. Aku bangkit menuju pintu keluar. Yaa pintu dikunci. Bersamaan dengan itu, ngantuk ku tak terbendung.

Aku malas berpikir dan ku hempaskan badan ku ke tempat tidur. "Nahhh ... begitu harus begitu pasien harus menurutperawat" Aku diam tak menanggapi. Ku geser tubuh ku kepinggir tempat tidur, menjauh dari duduk Emi sambil mengambil bantal guling. Ku belakangi dia. Ku dengar langkah Emi dan kemudian suara lemari dibuka dan ditutup kembali. Lantas ku dengar pintu dibuka dan ditutup, selanjutnya suara gemercik air. Ku duga Emi ke kamar mandi. Selanjutnya aku terlelap. Kira- kira dua puluh menit aku terlelap. Bukkk suara benda jatuh dan tempat tidur bergoyang. Aku terjaga. Ku balikkan tubuh ku. Ku lihat Emi duduk dipinggir tempat tidur mengambil bantal guling. "Ehhh maaf Jo, aku membuat kamu terbangun ya !!" Aku diam tak bereaksi. Ku perhatikan Emi sudah berganti pakaian tidur. Wajahnya tak jelas ku lihat karena, semua lampu kamardimatikan, kecuali lampu kecil di sudut dekat kamar mandi. "Kok lampu dimatikan !" Aku berusaha bangkit duduk. "Kenapa ??... Kau ngak biasa ?!!" "Mmmm ..ngak juga.. cuma aku ngak bisa lihat wajahmu !" Aku menggoda. "Dan siapa tahu bukan Emi" lanjut ku Kembali aku tersadar bahwa aku menakutinya. Emi reflek mendekat dan merangkulku seperti anak kecil yang ketakutan. "Jo, jangan bicara begitu ah ""Ehh sorry.. aku ngak sengaja" Ku dekap Emi. Timbul rasa kasihan ku. "Aku nyalakan lampu ya !!" Emi mengangguk. Aku melepas pelukannya, bangkit berdiri dan menghidupkan lampu. Ruangan kamar kembali terang. Namun aku terbelalak.

Ku lihat Emi hanya memakai pakaian tidur yang tipis. Tubuhnya jelas terlihat. Darah ku mengalir kencang, dada ku berdegup keras melihat pemandangan yang belum pernah ku lihat selama hidupku. Tak ada BeHa, tak ada celana dalam. Polosss. Aku berhenti melangkah, pikiran ku kacau. Benarkah yang ku lihat ini ???. Aku tak berkedip, sungguh tak percaya melihat pemandangan yang membangkitkan naluri lelakiku. Dibalik baju yang tipis itu terlihat jelas, dua bukit yang kencang dengan puting yang hitam pekat. Lebih besardari bola tenis. Satu setengah bola tenis. Mungkin ! "Jo.. aku biasa tidur begini, makanya ku matikan lampu" Aku tersentak kaget. Dan aku menjadi malu. Ku langkahkan kaki ku menuju tempat tidur. Dan selanjunya ku baringkan tubuh ku dengan hati yang tak menentu. Detak jantungku terus berpacu laju. Emi mendekati ku. Aku tak berani memandangnya. "Kenapa Jo, kau marah ?!" "Ngakk.. !!" "Kau ngak senang melihat aku begini ?!" "Ngak.. !!" Emi lebih mendekat kepadaku, memiringkan tubuhnya merapat kepadaku. Setengah berbaring dengan menopangkan tangan kekepalanya. "Aku senang kamu ..Jo" Kembali aku terguncang. Aku hampir tak percaya suara Emi yang lembut itu Dada ku bergetar keras. "Jo.. kau marah ???" Ku coba mengatasi keadaan ini. Mudah-mudahan dapat meredam detak jantung ku. "Aku... aku tak tahu apa yang harus aku katakan.... yang jelas dari tadi pagi aku menyukaimu" "Terima kasih Jo?" Emi mendekatkan bibirnya kebibirku. Naluri lelaki ku menyambutnya dengan hangat. Inilah bibir pertama wanita mendarat dibibirku. Ohhhhh nikmatnya. Aku dan Emi saling merangkul, berulang-ulang kami melakukan ciuman seperti orang yang haus akan cinta. "Jo.. kau baik sekali" "Kau.. cantik sayang" "Terima kasih sayang" Emi tersenyum sambil terlentang.

Dia menarik tanganku dan meletakannya ke buah dadanya yang kenyal. Kembali naluri lelakiku beraksi. Ku remas perlahan daging kenyal itu perlahan sambil sesekali memainkan putingnnya yang hitam sebesar kelereng. Ku lihat Emi menutup matanya dan tangannya meremas punggungku. "Ahhhkkkkkkkhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" desahnya panjang Ku kecup bibirnya sementara tangan kiri terus bermain meremas daging kenyal dan puting. Dan tak henti Emi berdesah menikmatinya. Lama dan cukup lama. "Jo.. buka baju ku sayang "Aku mengangguk setuju. Ku tarik dan ku angkat baju tipis Emi dari bawah dan melepasnya melalui kepala. Kini Emi sekarang benar-benar bugil didepanku. Aku menelan liur. Tubuh itu terlentang, ramping berisi, berlekuk menggairahkan. Emi tersenyum memandangku yang tak berkedip menyusuri tubuhnya. "Buka baju mu Jo" Aku mengangguk setuju. Karena ku rasakan sejak tadi celana ku sudah penuh sesak dengan penisku yang semakin mengencang. Dan kini aku pun bugil. Emi melihat ku, tangannya reflek memegang penis ku. Ohhh ku rasakan tangan halus itu menyentuh dengan nikmatnya. Aku tersenyum, Emi tersenyum. "Besar sayang.... sungguh besar.." "Kau suka sayang ?" Emi mengangguk. Aku memulai kembali memainkan peran ini. Kali ini ku mulai dari ujung kaki. Ku selusuri tubuh Emi dengan lidah ku. Sambil kedua tanganku merasakan kulit yang putih halus. Tangan ku meraba betis menyusur keatas.

Emi menggelinjang. Kadang dia menyentak dan meronta. Nafsu lelaki kusudah naik. Aku terus menggerayang. Kuremas paha nya dengan tangan kanan dan juga pantatnya dengan tangan kiri. "Ohhhhhhjo..aku sayang kamuuuuu jo.... oh enaknya" Emi merintih Kini lidah ku sampai kepada pangkal paha, menuju lembah yang berbulus halus. Ku mainan lidah ku menjilati lembah dengan bibir yang tipis. Emi reflek menekuk kedua kakinya dan merenggangkannya. Wowww lembah itu semakin nyata. Ku jilati perlahan-lahan. Setiap jilatan menimbulkan desah dari mulut Emi. Tangannya meremas sprei dan sekali-sekali pantat terangkat dan pinggulnya bergoyang. Ku permainkan sedikit lama karena Emi semakin berdesah panjang. Kini aku mencoba memasukkan lidah ku lebih dalam ke lubang vagina Emi. Emi semakin mengelinyang. Geli dan nikmat terasa menjadi satu. "Ohh akhhhhhh jo ohhhhhhhhh akhhhhhhhhhhhhhh... nikmatnya... teruskann jo sayangkuuuu" Ku percepat frekwensi jilatan lidah ku sampai menyentuh bulatan kecil dilubang vagina Emi. Pantat Emi terangkat dan bergoyang sesuai dengan irama jilatan ku. Sesekali Emi menyentakan pantatnya dan mengejangkan tubuhnya. Ku lihat dari pangkal paha Emi, buah dada Emi sudah seperti bola. Mengencang pertanda nafsu birahi yang tak tertahankan. Tangan ku tak mau memberikan peluang, . ku remas buah dada itu dengan tangan kiri ku sementara tangan kanan ku meremas pantat Emi. "Ohhh Jo teruskanjo teruskan Jo.... ohhhhh nikmatnya akhhhhhhhhhhhhhhh" Emi terus berdesah. Terus dan terus seirama dengan jilatan ku pada lubang vaginanya dan remasan buah dada nya yang kenyal. Sementara keringat Emi sudah mulai membasahi sprei. "Jo jangan berhenti jo..sayangi aku. Jangan berhenti jo terusss ahlkkkkkkkk" Bersamaan dengan rintihan nya, aku merasakan duasisi dinding luar vaginanya mengencang. Air pelumas vagina terasa berkurang.

Kali ini Emi mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. Aku mengikuti gerakkan pantatnya, sambil terus menjilat dan meremas. Urat dan otot Emitambah mengencang dan ohhhhhhhhhh Emi menghempaskan pantatnya. Dan dia terkulai lemas. Emi mencapai puncak orgasme. Aku berhentidan mendekati nya. "Sudah sayang ?!" Emi mengangguk. Tersenyumdengan mata yang sayu kelelahan. "Terima kasih ... Jo "Aku mengangguk tersenyum kemudian mengecup bibirnya. Emi membalas dengan merangkul tengkukku. "Jo.. aku senang kamu... kamu sangat sabar..hmmmmmmmm" Aku menggeser tubuh ku. Akuberbaring di sisi Emi. Mata ku menatap langit-langit. Ku rasakan penis ku sudah tidak kencang lagi walaupun masih tetap besar. Emi bangkit dari tidurnya dan duduk disampingku. Wajahnya sangat ceria dan merasakan kepuasan. Dia memandangi ku, kini ganti Emi menyelusuri tubuh ku dengan matanya. Aku tersenyum, dia melihatku membalas kemudian mendekatkan bibirnya ke bibir ku. Kemudian Emi mendekat ke penis ku. Tangan halus Emi menyentuh penis ku. Uhhhhh terasa tubuh ku mengejang seketika. Penis ku mulai mengencang kembali. Dia menoleh kepada ku. Aku tersenyum. Emi seperti meminta persetujuan ku untuk mengulum penis ku yang semakin kencang. Dia mulai memasukkan penis ku kedalam mulutnya seperti anak kecil sedang menikmati es woody. Aku menggelinyang, menikmati permainan ini. Kini aku berdesah tanpa kontrol. Ohhhakhhhhh okhhhhhh akhhhhhhhh. Tak berselang lama, aku mendapat kesempatan meraba pantatnya. Dan tangan kanan ku beraksi pula. Ku masukan tangan kananku di selah paha Emi. Reflek jari tengahku menuju vagina Emi yang sudah mulai menggenang. Ku usap lubang vagina bagian luar itu dengan jari tengahku. Emi menggelinyang, dia merubah posisinya merenggangkan pahanya sambil terus menjilati penis ku yang semakin kencang dan besar. Kini vaginanya dapat secara leluasa ku usap dengan jari tengahku, dan aku dapat mengusap daging kecil di lubang vagina.

Emi kembali menggelinyang. Terdengar suaranya berdesah kenikmatan. Demikianlah kami menikmati dan semakin menikmati ohhhhhhhhhhhhh. "Jo..masukin jo" suara Emi halus meminta. Aku bangkit dari tidurku dan Emi langsung mengambil posisi terlentang menekuk kedua kakinya dan merenggangkan pahanya. Aku mendekati sela kedua paha. Vagina Emi terbentang siap untuk dimasuki penis. Ku dekatkan penis ku ke vaginanya sambil tersenyum. Emi memejamkan matanya sejenak dan tersenyum manis seakan dia berkata rela penisku masuk ke vaginanya. Dan dia siap menerima kenikmatan lagi yang tentu lebih dahsat dari tadi. "Perlahan jo!" "Ya sayang aku masukan perlahan" kata ku penuh nada sabar. Ku majukan penis ke lubang vagina. Sedikit ku tekan. "Bukan sayang....bukan itu, agak kebawah" Emi tersenyum. Aku memundurkan pantatku. Dan ku coba memajukan penis ku lagi ke vagina. Ku tekan kembali. "Bukan sayang, agak keatas" Kali ini Emi sudah tak sabar. Emi memegang batang penis ku, secara perlahan didekatkannya pada lubang vaginanya. Aku mulai menekan. "Yaaa itu ohhhhhhpelan-pelan sayang" Emi mulai memejamkan matanya kembali. Merasakan nikmat vaginanya dimasuki penisku. "Aduh, sakit sayang" Aku berhenti menekan. "Sakit sayang" Emi mengangguk. "Teruskan perlahan Jo !" Aku menurutinya. Ku tekan penis ku kembali memenuhi lubang vaginanya. Ku rasakan kepala penis ku sudah mulai memasuki liang vagina yang sudah menggenang. Tak henti Emi berdesah. Aku berhenti menekan, karena ku rasakan ada yang mengganjal diliang vaginanya. "Aduhhh" Emi meringis. Aku rasa ada yang sakit di vaginanya. "Teruskan jo, pelan-pelan ohhh sakit tapi enak.. akhhh" Ku lihat kedua tangan Emi terbentang meremas-remas sprei.

Matanya sebentar terpejam sebentar terbuka. Ku dekat kan bibir ku ke bibirnya. Dengan serta merta dia menyambut bibirku dengan bibirnya. Ku lumatkan bibir ku ke bibir yang mungil itu, sambil menekan penisku masuk kedalam liang vagina yang lebih dalam. Emi tersentak, meringis kemudian matanya terbuka namun tak tampak bola hitam, tinggal mata putihnya. Sekarang seperempat batang penis ku yang berukuran kira-kira 14 cmsudah berada dalam vagina Emi yang menganga lebar. "Teruskan jo. sedikit lagi jo. Ohhhhhhhhhh pelan-pelan sayang "Aku menekan perlahan, tangan ku membelai rambut kecil di keningnya sambil sesekali mengecup bibirnya. Dan plosss ganjalan di vagina terasa tertembus oleh penis ku yang sudah mengeras seperti kayu. Bersamaan itu Emi menjerit kecil. Ku lihat dia meringis. Ku belai rambutnya dan ku jilati lehernya yang jenjang. Ku dengar kembali rintihannya. Penisku perlahan menerobos masuk dengan leluasa, namun aku tetap menekannya secara perlahan sambil menikmati pijitan vagina Emi ke penis ku. Sekarang penis ku telah masuk penuh dalam vagina yang sempit. Emi menggeliat, mengerang, mengejang, mendesah, meringis dan betul-betul kenikmatan. Dia menggoyangkan pinggulnya perlahan-lahan, aku merasakan penis ku semakin menghujam dilubang nya. Duh .... semakin lama semakin terasa sempit. Penis ku membesar dan vagina Emi mencengram dahsyat. Kami sama-sama mendesah, menggeliat, berangkul erat. Emi meremas rambut belakangku. Aku mengigit lembut lehernya nan jenjang. Ohhhhh fantastis. Penis ku terasa panjang dan besar sementara goyangan pinggul Emi semakin cepat. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara dan sangat lama.

Keringat kami mulai bercucuran. Ku coba menyusuri buah dada Emi yang semakin mengencang. Ku mainkan putingnya dan ku remas kembali. Dan... ohhhhh Emi mengangkat pantatnya tinggi, aku menekan dan mencoba menurun naikkan pantatku. Penis ku keluar masuk berirama di vagina Emi yang semakin menjepit. Kami hampir sampai di puncak kenikmatan senggama fantastis. Mata Emi terpejam dan semakin erat merangkul ku. Dan tibalah saatnya cretttttt air mani ku rasakan menyemprot keluar. Emi mendesah Ohhhhh. "Jo sayang ku ohhhhhhh.. akhhhhhhhhhhhhhh terima kasih jo" Tubuh kami mengejang dan ... secara serempak Emi menghempaskan pantatnya. Aku mengikutinya. Ku goyang pantat ku dari sisa-sisa tenaga yang masih ada. Emi meremas-remas pantat ku. Kira-kira dua menit aku bergoyang dan aku pun sudah tak kuat lagi. Aku masih berada diatas tubuh Emi. Penis ku masih dalam vagina Emi, namun sudah ku rasakan mengecil. Ku tatap wajahnya, ku sibak rambutnya yang hitam pekat menutupi mukanya. Emi tersenyum puas. Aku serta merta mencium dahinya. Kemudian lama kami saling menatap dan saling melempar senyum. "Terima kasih Jo, aku telah menjadi pengatin baru bersamamu" "Aku..." "Kau perjaka dan aku gadis... jadilah kita pengantin baru" Aku terdiam sejenak. Ya baru ku sadari bahwa Emi masih gadis dan akulah pembobol vaginanya. "Aku juga berterima kasih Em.... kau sangat hangat dan hari ini tak ku lupakan dari catatan hidup ku"

Jam 10. 00 pagi, aku sedang asyik membaca Jawa Post setelah sarapan pagi. Diluar kamar terdengar langkah sepatu semakin dekat dan keras. "Selamat pagi mas Johan !" Suara wanitabersamaan dengan berhentinya suara langkah. Aku menoleh ke pintu kamar. Sesosok tubuh ramping dengan pakaian formilsudah berdiri di pinggir pintu kamar. Gadis dengan tinggi kira-kira 167 cm itu tersenyum memandangku yang masih melongo dengan kecantiknya. "Bagaimana mas, sudah sehat ?" Aku tersadar dan cepat mengangguk, berdiri dan menghampirinya sambil bertanya dalam hati siapa gadis cantik ini. "Kenalkan.. saya Silvia !" "Ooooohhh dokter Silvia ?" sambil ku sambut uluran tangannya. Telapak tangan yang halus dan lembut sekali seperti busa, membuat aku bertambah tertarik memperhatikannya. "Maaf ya.. saya mengganggu" "Oh nggak" "Boleh saya masuk" "Oh ya silakan, dok" Dokter Silvia menuju sofa dan duduk. Aku mengikutinya dan duduk dihadapannya. Kaki kanannya ditopangkan kekaki kiri. Rok merah sebatas paha itu tersingkap keatas. Aku mencuri pandang melihat paha yang mulus dan betis yang jenjang. Putih sekali seakan tak ada cacat. Maklum, pikir ku Silvia masih berdarah Cina dan anak konglomerat. Semuanya onderdil tubuhnya dijaga dalam kondisi baik. "Maaf mas, saya ingin memeriksa kesehatan mas Johan" Aku tersentak dan cepat-cepat mengangguk. "Dimana dok ?!". disini" "Maaf.. di tempat tidur dan buka bajunya" "Haaa ditempat tidur dan buka baju !!" "ehhh nggak... kancing bajunya saja dilepas" Dokter Silvia tersipu. Aku juga baru sadar dengan perkataanku. Aku tertawa kecil melihat Silvia salah tingkah. Ku baringkan tubuh ku ditempat tidur.

Dokter Silvia mulai memeriksa dada ku dengan teteskop. Kembali aku mempunyai kesempatan mencuri pandang ke keseluruh tubuhnya. Ku pandang wajahnya yang bulat telur dengan dagu yang sedikit panjang dan terbelah. Ada tahi lalat kecil di bawah dagu sebelah kiri. Telinga kecil mungil bergiwang bulat menggantung seperti peragawati. Hidungnya bangir dan rambutnya pendek layaknyagadis Cina dalam film Hongkong. Matanya bersinar bagai menembus lubuk hati orang yang melihatnya dan tidak sipit. Kedua bahunya tegak rata, tertarik kebelakang menyebabkan dadanyamenonjolkan. Dua gunung kembar denganmembelah nyata. Tubuh dibalik jas berwarna merah tersingkap. Baju kos putih sebagai baju dalam dengan ketat membalut tubuh yang ramping. Ada tahi lalat kecil di lehernya yang jenjang. "Coba mas. tarik nafas dan tahan sebentar" Aku menuruti perintahnya. Terlintas dalam pikiran ku untuk mempermainkannya. Ku coba menahan nafas lama dan ku perhatikan reaksinya. "Sudah mas. nafas seperti biasa " Dia melepaskan teteskop dari telinganya. Nafas tetap ku tahan. Mata ku pejamkan dan tubuh ku kejangkan. "Sudah mas.. !!" ku dengar perintahnya. Aku diam tak bergerak. Silvia menggoyangkan tangan ku. Aku tetap diam.

Dia mencoba menggoyangkan tanganku lebih keras. Kena, pikirku dalam hati. Kini Silvia semakin keras bahkan menggoyang tubuh ku. "Mas.. bangun mas.. " Kini ku dengar suara nya rada agak cemas. Aku membuka mataku perlahan seraya tersenyum. Ku lihat wajahnya pucat sebentar dan kemudian cemberut. "Uhhh mas Johan bercanda. hampir aku berteriak" "Ehheee. maaf dok. habis dokter serius sekali" Aku bangkit sambil mengancingkan baju ku. "Yaaaakan saya harus mendengar dengan teliti detak jantung" Silvia menuju ke sofa panjang kemudian duduk. Selintas aku melihat pantatnya yang terbungkus rok merah ketat menggeliat kekanan dan kekiri. Harmonis sekali dengan gerakan langkah kaki yang jenjang beralas sepatu dengan hak tinggi. Hmmmm pantasnya dia bukan dokter tetapi peragawati atau... pemain sinetron. "Hasil pemeriksaan saya, mas Johan sudah sembuh lho. Tetapi mas Johan harus di ronsen supaya lebih jelas. " "Kapan itu ?" "Ya besok pagi, karena disini tidak ada perlengkapan ronsen" "Wahhh berarti saya masih lama nginap di hotel mewah ini dong. Dan harus bayar berapa nih" Aku mencoba bercanda lagi. Ku lihat Silvia tertawa kecil. Gigi nya yang putih dan ginsulnyal terlihat. manis. "Kok gitu sih ngomongnya. Kami sangat berterima kasih lho pada mas Johan, karena menyelamatkan uang dua ratus lima belas ribu dolar. Jadi untuk nginap disini wahhhh jangan dihitung biayanya dan berapa lamanya juga jangan dihitung. Kecuali... kecuali... mas Johan memang tidak betah karena pelayanan kurang memuaskan.. ehhheee bukan pelayanan tetapi sarana tidak menyenangkan"

Ku lihat Silvia sudah sedikit santai. Matanya bermain kesana kemari persis seperti penari bali. Aku jadi gemas melihatnya. " Yaaaa masak aku bosan sih disini, sarana kayak di hotel bintang lima, perawat dan dokternya cantikdan ramah. Sungguh lho. aku disini jadi lupa pulang, walaupun... " Aku sengaja menghentikan pembicaraan ku. "Walaupun.. apa?" "Nggak ahhh. dianulir aja" Silvia mengerutkan keningnya. Aku tersenyum sambil mendekat duduk di sofa yang berada disebelahnya. Lama kami saling memandang dan dalam pikiran yang berbeda. "Aku mau pulang dulu dok, mau mengambil pakaian ganti" Silvia tersentak dan tertawa kecil. Dia mengacungkan tinjunya. "Oohhhhh itu. kok susah banget sih ngomongnya. Tapi ntar deh aku panggil Emi" Silvia bangkit dari duduk, keluar kamar. Ku ikuti langkahnya dengan mata ku sampai tubuh yang semampai itu hilang dari balik pintu. Suasana kamar hening. Kira-kira 15 menit kemudian Dokter Silvia dan Emi masuk kekamarku. "HaiiiJo, apa kabar ?" suara Emi memecah ruangan. "Baik" Aku tersenyum dengan seribu arti. " Begini Jo, aku dengar dariSilvia, kamu mau pulang mengambil pakaian ganti. Dan bagaimana kalau nanti malam kita sama-sama pergi kerumahmu" "Lho.. biar aja aku sendiri ke rumah" "No.. no.. no... kita pergi sama-sama, sekalian pergi ke Tunjungan Plasa" Silvia menyela. "Nah lho.. keputusan dokter tidak dapat diganggu dan di gugat " Emi tertawa kecil. "Jadi.. " "Ya. nanti malam jam tujuh" Emi menyambar pembicaraanku sambil meninju lenganku manja.

Aku menjatuhkan diriku, duduk disofa. Ku lihat Silvia tertawa. Ginsulnya sekali lagi membuat aku gemas melihatnya. "Kalau begitu, sementara kalian shoping di Tunjungan aku akan ke kost ku dengan supir" "Oh ya setuju itu. karena yang nyetir aku" Silvia menjawab cepat sambil tertawa. Aku terperangah. "Baik.. baiklah kali ini aku menyerah. " Sudah jam empat sore, aku akanmandi. Aku sudah siap sebelum mereka datang, supaya tidak ditunggui. Karena aku merasa tidak enak dan salah tingkah kalau ditunggui. Baru saja akan menutup pintu kamar mandi, suara menyeruak di kamar ku. "Jo. kamu dimana.. sedang apa ?" Itu suara Emi. Pasti. "Aku disini.. lagi mandi " teriakku tak kalah nyaring Ku dengar pintu kamar ditutup dan di kunci. Kemudian senyap. Emi sudah keluar kembali, ya dia hanya mengantarkan kopi panas buat ku, pikir ku sambil menyikat gigi. Tak lama... "Jo.. jobuka pintunya jo" Suara Emi sambil menggendor pintu kamar mandi. Aku tergopoh-gopoh berhenti kemudian segera berkumur. Ku buka pintu kamar mandi. Emi menerobos masuk tanpa pakaian alias bugil. Aku tersentak kaget. "Jo aku mau mandi bersama" suaranya manja. Aku tersenyum mengerti. Ku rangkul Emi dan ku lumat bibirnya yang tipis dengan bibirku. Emi membalas dengan rangkulan yang ketat. Kedua tangan ku turun meremas pantat Emi yang kenyal. Sesaat Emi menggelinyang. Buah dadanya menempel ketat ke dadaku membuat birahi ku naik.

Lama kami saling mengecup dan berdesah, penisku mulai mengeras. Ku turunkan tubuh ku sedikit, untuk mengait dan memasuk penisku ke vagina Emi yang sudah basah. "Aku masukkan ya sayang" Aku merayu. Emi mengangguk seperti anak kecil yang akan diberi permen. Penis ku menerobos masuk di vaginanya dan.. ssssssttt akhhhhhhhhhhhhhh dia mendesis. Tubuhnyamenggeliat. Dia memelukku semakin erat, sementara aku menikmati jepitan vaginanya yang masih sempit. Ku turun naikkan tubuhku ohhhh enak sekali. Lagi dan lagiEmi berdesah dan mendesis menikmati gesekan penis yang besar. Keringat mengucur deras. Aku berhenti. Emi melepaskan pelukannya. "Sambil duduk.. sayang" Emi menunjuk sofa diluar kamar mandi. Aku mengangguk setuju. Kami keluar kamar mandi dan aku mendahuluinya. Emi membelakangi ku dan duduk dipangkuan ku. Sekarang Emi mengambil peranan memasukan penis ku ke vaginanya. Aku menunggu dan... tak lama vagina yang sudah menggenang itu dengan mudah dimasuki penis ku yang panjang dan keras. "Ohhh Jo ennaaaakkkkkknya " Emi mendesah. Akupun merasakan nikmatnya jepitan dan pijitan dinding vagina Emi. Tanganku memegang buah dadanya yang semakin kencang. Dan tangan kiri ku bermain di daerah klitoris vagina Emi. Dahsyat sekali Emi mengelinyang ketika jari ku mulai mengusap dan menekan daerah itu.

Pantatnya bergoyang-goyang seirama dengan usapanku. Ber kali kali Emi merintih dan mendesah panjang. Aku semakin bersemangat. Ku gigit lembut lehernya yang jenjang serta bergantian dengan telinganya. Semakin dahsyat Emi mendesah. "Ohhhh Jo.. sungguh jo enak. enak.. enakkkkkkkk akhhhhhhhhh" "Goyangmu sungguh enak sayang.. kamu pintar sekali Em" Aku mencoba menambah rangsangan. Emi semakin menggeliat. Buah dadanya semakin mengeras. Dan ku rasakan vaginanya semakin menyempit. Dinding vagina Emi terasa berpasir dan aku merasakan nikmatnya penisku seperti di pijit-pijit. "Ohhh jo, aku hampir sampai di puncak sayang akhhhhhh sebentar lagi. sebentar lagi.. sayangohhh" Aku memperlambat usapan dan menekan lebih lama klitoris vagina Emi. Puting susu Emi, ku usap lebih cepat serta ku jilati lehernya. Emi mengerang dahsyat lagi. Kedua tangannya meremas paha ku. Semakin keras dan keras. Bersamaan dengan itu, Emi menghujamkan pantatnya ke pangkuan ku sehingga penis ku semakin menancap hebat dilubang vagina yang semakin sempit ku rasakan. Nafasnya semakin memburu seperti pelari yang sedangmelakukan sprint. "Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh. uuuhhhhh" Bersamaan erangan panjang Emi menggeliat dan remasan tangannya ke paha ku melemah. Nafasnya kini tersengal-sengal. "Sudah keluar sayang ?" tanya ku meyakinkan. Emi mengangguk lunglai namun tersenyum puas.

Dia terdiam menikmati sisa-sisa kenikmatan puncak senggama. Aku diam tak berkata hanya tanganku menyibak rambutnya yang tergerai dan mengusap keringatnya. "Terima kasih Jo" Suara Emi perlahan. Diamenarik pantatnya dari pangkuanku. Kemudian duduk disebelah ku. Ku rangkul tubuhnya dengan tangan kananku sambil tangan kiri ku membelai rambutnya yang hitam pekat. Emi memandangku tersenyum, aku tersenyum dan ku kecup keningnya. Emi terbuai. Penis ku sudah tidak keras lagi walaupun masih tetap besar, karena aku belum mencapai puncak orgasme. Nafas Emi sudah mulai normal kembali, pertanda dia sudah siap bertanding lagi. Aku mengambil inisiatif membopongnya ketempat tidur. Emi memberikan reaksi positif. Kedua tangannya melingkar dileherku dan bibirnya menyambar bibir ku. Ku layani ciumnya dengan sentuh lidahku ke bibirnya. Sampai di tempat tidur, tanpa berlama-lama aku sudah berada ditubuh Emi yang padat. Gesekan halus tubuhnya ke tubuhkumerupakan kenikmatan tersendiri. Dan kini darah ku terasa mengalir kencang tak tertahan. Penis ku terasa tegang kembali seperti kayu. Dan Emi merasakan gesekkan penis ku di pahanya dengan serta merta dia menekuk kedua kakinya dan melebarkan pahanya. Emi menyiapkan kembali vaginanya dimasuki benda tumpul yang dahsyat ini. Namun aku tak mau secepat itu. Ku biarkan penisku yang semakin tegang ini bergesekkan di mulut vagina. Dan aku mengecup berulang-ulang bibir tipis dan mungil sambil membelai-belai rambut-rambut kecil di keningnya.

Emi menikmati usapan lembut ini dengan mata yang sahdu. Ku hentikan kecupan dan belaian, ku pandangi Emi sambil tersenyum. Dia membalas dengan senyuman yang manis aduhai. "Aku akan membawamu lagi ke puncak nikmat" Aku merayu sambil tersenyum. "Lakukan sayang, aku telah siap" Kembali Emi menciumi ku berulang-ulang. Kami berciuman seakan tak pernah bosan. Bibir ku masih di bibirnya namun tubuh ku tidak lagi diatas tubuhnya. Ku miringkan tubuhku disamping tubuhnya. Dan kini tangan kiriku mulai menyelinap di selah kedua pahanya. Tangan kanan membelai rambutnya. Tangan kiri ku mulai beraksi. Bulu lembut diatas lubang vagina ku tarik lembut dan perlahan. Tubuh Emi bergetar. Ku mainkan lagi. lagi. dan lagi. Emi menyentakan-nyentak kan otot-otot dibawah perutnya seirama dengan tarikan lembut tangan ku. Aku menikmatipermainan ini. Selanjutnya... seperti yang sudah-sudah jari tengahku menyusup lembut dilembah nikmat. Jari ku mencari titik nikmat didalam lembah. Ku usap perlahan dari atas lembah dan menyusur ke bawah. "Ahhhhhhhhhhhh" Emi berdesah. Ku naikan kembali jariku diatas lembah vagina yang semakin menggenang. Aku merasakan ada benjolan kecil didalam vagina bagian luar. Ku tekan, ku usap berputar.

Emi berdesah semakin keras. Ini lah titik nikmat, pikirku. Tangan kanan ku mulai beralih ke puting yang selalu gemas untuk dipijit-pijit lembut. Sesekali buah dada Emi yang kenyal itu ku remas. Aku gemas. Dan aku sungguh sudah sangat bergairah. "Nikmat sayang ?" "Ohhh Jo.. rasanya sungguh nikmat" Jariku terus mengusap melingkar perlahan dan menekan titik nikmat. Emi menggeliat dan menyentak-nyentakan pantanya di iringi goyangan melingkar seperti penari perut. Emi berdesah, mengerang, berdesis dan merintih. Aku mengulum bibirnya, mendekapnya. Emi meremas remas rambut ku. mengatasi nikmat yang tak tertahankan. Perjalanan menuju puncak nikmat, sungguh melelahkan dan menyenangkan. Menit demi menit berjalan, nikmat per nikmat tak putus-putus. Emi mengelinyang-gelinyang dan nafas mulai memburu. "Jo. masukkan penis mu sayang. aku sudah tak tahan sayang!" Emi merintih. Aku pun juga sudah tak kuat berlama-lama. Penisku sudah dari tadi menjadi kayu. Aku naik ketubuh yang putih, halus bersimbah keringat. Ku masukan penis ku ke vaginanya. "Akhhhhhhhhhh... nikmatnya sekali Jo" Bersamaan dengan itu, Emi menarik tanganku dan mengulum jari telunjukku. Aku mulai menggoyangkan pantatku melingkar sambil sekali-sekali maju mundur. Emi memejamkan matanya menikmati hentakkan penis didalam vaginanya. Kepalanya sedikit mendongak keatas. Kelihatan lehernya yang jenjang menantang. Aku terangsang untuk menggigitnya. Segera ku gigit lembut dan ku jilati leher Emi. Tangan kiriku menekan di kasur dan tangan kananku meremas gunung kenyal yang semakin keras. "Jo.. jo.. jo. ohhhhhhhhhhhhhh " Permainanku mendapat perlawanan dari Emi.

Dia menyentak-nyentakan otot dibawah perutnya kedepan dan berputar berlawan dengan putaran pantatku. Kembali ku rasa pula dinding vagina Emi mulai berpasir dan otot vagina mulai mengencang. Penis ku seperti di pijit-pijit. "Sungguh nikmattttttt" Aku berdesah panjang. Aku tak tahan kenikmatan. Tubuhku mengejang Aku mendekapnya. Emi membalas dekapanku dengan erat. Kami sudah bersimbah keringat. Ku hentikan goyangku namun Emi tetap bergoyang. Ku tekan pantatku semakin kuat diselangkangan tubuh yang mulus itu, sehingga penis ku semakin penuh tertekan kedalam vagina. Emi mengerang dan merintih. "Jo, aku mau orgasme lagi ohhhh orgasme lagi ohhhhhhhh enaknya ohh nikmatnya" Aku terus merasakan jepitan yang semakin ketat dipenisku dan nikmat tak terkendali. "Jo, keluarkan Jo spermanya.. oh kita sama-sama ke puncak.. ohhhh" "Ya.. sayang sedikit lagi.. goyangkan lagi pantatmu sayang. sedikit lagi" Dan akhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.. kami serentak mengerang menikmati akhir senggama yang fantastis untuk kedua kalinya.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

Copyright © 2013. Cerita Hot Bikin Horney/Sange - All Rights Reserved | Template Created by Kompi Ajaib Proudly powered by Blogger