
Jujur aja, penampilan Andi memang jadi bahan perhatian ku beberapa saat. Tidak perlu di tanya lagi karena aku yakin sekali umurnya pasti lebih muda dari ku, sekitar 25th’an lah, sedangkan aku sudah 28th. Tubuhnya tinggi, mungkin sekitar 178cm lah, putih, dan PASTI dia suka olah raga karena tubuhnya atletis dan terlihat sangat terawat. Lumayan lah… habis pulang meeting dan "meres" otak trus liat barang bening begini kan seneng juga… bikin otak segar.
3 hari setelah itu, Mama minta tolong aku ke rumah tante Ve untuk antarkan sebuah berkas. Kebetulan aku juga harus keluar, ada urusan, jadi sekalian lah aku antarkan berkas itu dulu ke rumah tante Ve di bilangan Kemang. Rumah tante Ve etnis sekali, tidak terlalu besar tapi landscape-nya dibuat sedemikian rupa hingga terlihat luas. Bangunannya dibuat dengan bata expose tanpa dikapurin lagi sedangkan interiornya mayoritas menggunakan bahan kayu. Perfect, just like a house I darieam on. Cukup sekali aku mengebel pintu rumahnya kemudian seseorang membukakan pintu. Andi tiba-tiba sudah berdiri di hadapan ku sambil tersenyum. "Hey. Pasti mau cari Nyokap deh." katanya. "Iya. Ada?" tanya ku sambil membalas senyumnya, "Lagi keluar. Masuk dulu deh, Val." pintanya dan aku mengikutinya untuk sekedar berbincang sebentar. Sekali lagi dia menarik perhatian ku, siang itu dia pakai celana basket dan baju buntung warna putih. Makin bening aja, pikir ku. Dari obrolan singkat kami, aku akhirnya tau umurnya 24th., anak pertama dari 3 bersaudara, kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta dan sedang menyusun tugas akhirnya di bidang Hukum. Dari cara bicaranya, Andi keliatan punya pendirian kuat walaupun pembawaannya santai dan justru kehangatannya itulah yang membuatnya menarik. Hanya sekitar ½ jam aku bertamu di rumahnya karena kemudian aku harus pergi mengurus urusan ku lainnya… so goodbye Andi… nice talking with you, pikir ku sambil melajukan kendaraan ku menjauh dari rumahnya.
Entah ada proyek apa antara tante Ve dan Mama, mereka sering terlihat bersama, saling mengunjungi sambil membicarakan segala hal sehubungan dengan pekerjaan. Dengan seringnya pertemuan para ibu-ibu itu, aku pun jadi sering bertemu dengan Andi yang juga sering mengantar Mama-nya ke sana-sini. Makin seringnya kami bertemu dan ngobrol, sedikit banyaknya membuat kami bisa lebih akrab satu sama lain, tentunya dalam batasan-batasan yang wajar. Hingga pada suatu malam di akhir pekan, tepatnya malam Minggu, aku dijemput Gerry (cowok yang sedang dekat dengan aku) untuk pergi bersama ke salah satu café & pup di bilangan Taman Ria Senayan, kebetulan malam itu salah seorang teman kami ada yang berulangtahun dan merayakannya di sana. Jam 9 malam kami sampai dan langsung bergabung dengan yang lainnya.
Makin larut, suasana pub makin gemerlap tentunya. Lagu-lagu yang dipasang juga makin bernuansa deep house. Saat itu sudah hampir tengah malam, suasana hatiku sudah mulai tidak menyenangkan karena Gerry, yang ceritanya teman kencan ku, terlihat asyik menggoda dan berusaha mendekati salah seorang teman wanita ku. Belum lagi kepalaku sudah sedikit pusing karena minuman alkhohol. Benar-benar malam yang tidak mengasyikkan, pikir ku. Saat teman-teman sedang heboh bercanda dan bergoyang, aku membalikkan tubuh ku ke meja bar untuk memesan satu minuman lagi tapi seketika itu… di ujung meja bar ada seseorang yang sedang menatap lekat-lekat ke arah ku sambil memangku tangannya ke meja bar. Tidak mungkin aku tidak mengenalnya, lampu-lampu di sekitar bar pun terang benderang hingga mampu mengenali siapa pun yang berada dekat situ. Dia tersenyum simpul saat aku melihatnya dan tanpa memberi kode apa-apa, dia berjalan mendekat ke arah ku. "Sama siapa ke sini?", "Samaaaa… tuh!" jawabku sambil menunjuk ke arah Gerry yang sedang berbincang akrab dengan perempuan lain. "Cowok kamu?", "Bukan. Temen.", Andi tersenyum mendengar jawaban ku yang terdengar seadanya. Thank God ada Andi yang tidak sengaja ku temui di sana, dia bersama teman-temannya juga rupanya, tapi sekitar pukul ½ 1 teman-temannya pergi untuk pindah lokasi sedangkan dia memilih untuk tinggal sambil menemani ku.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi saat ku bilang pada salah seorang teman yang duduk di samping ku: "Loe mau pulang jam berapa sih?"… belum sempat teman ku menjawab Andi sudah menimpali: "Mau pulang? Ayo. Aku anterin kamu.". Hanya butuh berpikir selama beberapa detik sampai akhirnya aku menyetujuinya. Tapi saat aku sudah bergegas untuk meninggalkan tempat tiba-tiba Gerry menarik tangan ku: "Mau kemana kamu, Val??" tanyanya sambil menatap Andi juga, "Mau pulang. Knapa?", "Kamu kan pergi sama aku.", "Oiya aku lupa. tapi bukan berarti aku harus pulang sama kamu kan?!" jawab ku sambil melepas genggaman tangannya dan pergi, Andi mengikuti ku dari belakang.
Perjalanan ke rumah ku sebenarnya bisa ditempuh 30 menit saja dari Taman Ria Senayan, tapi malam itu Andi menjalankan mobilnya dengan santai. Kami tidak terlalu banyak bicara, entah lah, sibuk dengan pikiran masing-masing kayaknya. Kalo aku berpikir, Andi mengapa begitu menarik dengan segala macam gaya dan perlakuannya kepada ku, tapi ya ampun… umurnya di bawah ku 4th. Dia bertanya soal Gerry, seakan ingin menegaskan siapa Gerry itu untuk ku. Aku bilang padanya bahwa kami hanya sekedar teman, tidak lebih, memang dia seakan sedang mendekatkan diri, tapi aku tidak menanggapinya dengan serius. "Trus kenapa kamu keliatan bete tadi pas dia deketin cewek lain?" tanyanya sembari bercanda. "Liat laki-laki macem itu selalu bikin aku bete koq, nggak tau aturan aja." jawabku yang disertai dengan tawa kecilnya.
Sampai lah di depan rumah ku. Andi memarkir mobilnya seperti biasa, masuk ke wilayah garasi rumah ku yang terbuka dan di batasi oleh tanaman-tanaman yang tinggi. "Kamu bawa kunci rumah?", "Bawa." jawabku sambil membongkar tas, dan aku terkejut saat kulihat tangan Andi menggapai tas ku seakan ingin menghalangi. Aku menatapnya perlahan, seakan sedang meraba-raba apa yang akan dia kerjakan selanjutnya. Dia mendekatkan diri, aku membuang muka ke kiri, menolak dia mencium bibirku, tapi ternyata dia malah mencium leher ku hingga tubuh ku merinding dan gelinya sampai ke perut ku. "Ndi… ?!" desahku, terus terang, hanya dengan begitu aku sudah horny dibuatnya, tapi ampun… masak sama Andi?? Tas ku diraihnya dan di taruh di bawah kursi seraya dia tetap menciumi leher ku. Tangan ku meraba kepalanya, mengelus rambutnya yang sedikit ikal. Aku sudah makin masa bodo dengan perbedaan umur kami, habis… apa yang Andi buat benar-benar sexy. Aku juga tidak perduli dengan permainan di mobil ini karena garasi ku cukup terpisah dengan jalan besar dan tanaman-tanaman hijau di sekitarnya cukup membuat lokasi pergumulan ini jadi aman dari intipan orang sedangkan orang rumah pun pasti sudah terlelap pada jam itu.
Andi menciumi leher ku, belakang telinga ku, kemudian dengan sangat hangat dia mencium bibir ku. Tangan kanannya sambil memegangi leher ku sedangkan tangan kiriku memegang tangannya yang kokoh. Lidahnya menyapu bibir ku perlahan-lahan sambil kadang memandang ku sesaat dan tersenyum. Gosh, he is so romantic and sexy. Tiba-tiba dia melumat bibir ku dan meremas payudara ku sambil mendekap pinggang ku lebih erat ke arahnya. "Uuugh… sssh Val, pindah belakang yuk…" ajaknya dan setelah itu kami pindah ke backseat mobil Bleazer-nya, mengatur posisi dan kursi depan sebentar kemudian melanjuntukan pergumulan kami kembali.
Aku mengambil posisi dipangkuan Andi, saat itu aku sudah benar-benar horny dan yang ada di otak ku hanya "fuck", "fuck" and "fuck" with this sexy guy. Aku melumat bibirnya sesuka ku sambil mengoyangkan pinggul ku supaya merasakan gesekan-gesekan penisnya di vagina ku, sedangkan Andi sambil membuka kancing kemeja ku, dengan sekejab payudara ku sudah membumbul keluar dengan bra yang sudah tidak terikat lagi. Andi meremas payudara ku dengan tangan kanannya sambil menghisap dan menggigit-gigit kecil daging-daging yang ada di sekeliling putting susu ku. Rok ku sudah terangkat setinggi pangkal paha ku, sehingga Andi pun dengan mudah meraba pantat ku dan memasukkan tangannya ke dalam celana dalam ku. Aku masih sambil menggoyangkan pinggul ku sampai akhirnya terhenti saat aku rasakan jari-jari tangannya sudah meraba bibir vagina ku dari arah belakang. Itu membuat ku makin terangsang, apalagi saat jarinya mengelus perlahan bibir vagina ku, mencelupkan jarinya sedikit, hingga aku makin basah saja. Penis Andi sudah terasa sangat menegang dan keras.
Aku beranjak hendak duduk di sebelahnya dan ingin menghisap penisnya tapi Andi menahan paha ku: "Nggak usah Val, langsung masukin aja ya?!" aku hanya mengangguk dan berdiri sedikit karena Andi mau membuka celananya. Belum tuntas dia melucuti celananya sampai ke kaki, aku sudah kembali menggesek-gesekan vagina ku ke penisnya yang sudah sangat menegang. Andi kemudian kembali melumat bibir ku sambil meremas pantat ku. Jari tangan kanannya kembali membuat gerakan memutar di seputar vagina ku, "Udah basah banget kamu." katanya sambil sesekali mencelup-celupkan jarinya ke lubang vagina ku. Dan akhirnya terjadilah… Andi memegang penisnya yang langsung di tujukan ke liang vagina ku. Saat kepala penisnya menyentuh bibir vagina ku saja, aku sudah menggeliat, perlahan Andi memasukkannya lebih dalam, "Oooooogghhh… Ndiiii…" desah ku keenakan, "Uuuuugh… enak Val?" tanyanya sambil memandang ku dengan katup mata setengah tertutup, "He eh… uuuuugh…" . Perlahan penisnya keluar masuk di vagina ku, setelah puas menggerakan pinggulnya tiba lah giliran ku nenikmati persetubuhan itu dengan cara ku.
Sambil menciuminya aku menggerakkan pinggul ku naik turun dan sesekali ku tekan hingga seluruh bagian penisnya masuk dan kemudian ku buat gerakan memutar. Andi menggerang keenakan sambil menengadahkan kepalanya. Kedua tangannya ikut membimbing pinggul ku untuk bergerak, kadang dia remas karena gemas dan keenakan. Desahan Andi membuat ku makin menikmatinya. Kemudian tangan Andi meraba pantat ku makin ke belakang, mencari lubang dubur ku yang terhimpit di tengah belahan pantat ku. Aku membantunya dengan membuka belahan itu dengan kedua tangan ku sembari masih tetap bergoyang di atas pangkuannya serta menciuminya sesekali. Andi meraba lubang pantat ku dengan jari tengahnya, membuat gerakan memutar di atasnya dan sesekali dia tekan. Dia basahi dengan ludahnya yang sengaja dia lepehkan di jari tangannya, uuugh… rasanya nikmat sekali hingga akhirnya dia makin menekannya dan akhirnya jari tangannya masuk ke dalam lubang pantat ku. "Ooooogghhh… Ndiii.." desah ku ke enakan, menikmati jari tangannya yang keluar masuk di lubang pantat ku dan penisnya di vagina ku. Andi semakin menggila, dengan lengannya yang kokoh dia menjepit tubuhku hingga aku sulit bergerak lagi dan tangan kanannya merambah payudaraku serta meremas sambil menciumi dan menjilatinya dengan ganas.
Aku memang di atas pangkuannya tapi kali ini Andi yang sedang memainkan peranannya. Pantatnya bergoyang maju mundur sembari menjepit tubuhku. Penisnya keluar masuk di vagina ku, dorongannya makin lama makin kuat dan kencang. Jari tangannya juga bergerak makin kencang dan makin ke dalam lubang pantat ku. Kami berdua sama-sama menggerang keenakan. Sesekali dia mengeluarkan kata-kata jorok, tapi aku suka… "Uuuuugh… Vally… memek kamu enak. Kamu aku entotin Sayaaang… Ahh". Erangannya makin terdengar jelas, aku pun demikian hingga akhirnya yang kurasakan aku mau klimaks. "Ndiii… uugh… aku mau keluar.", "Keluarin aja Sayang, aku juga nih." Andi mendekap ku makin kencang, aku menekan penisnya lebih dalam lagi di vagina ku sedangkan Andi mendorong penisnya agar masuk semua tanpa tersisa, pantatnya berputar-putar… ooogh rasasnya nikmat sekali… jarinya juga berputar-putar dan keluar masuk di lubang anus ku. "Ndii… aagh… mau keluar… aaaaaghh… aaaaaaagh…" hingga akhirnya kami sama-sama mencapai klimaks. Rambutnya ku remas sedangkan dia meremas pantat ku kencang sekali. "Aaaaaaaaaaarrgghhhh…..!!!"
Tubuh kami melemas, peluh membasahi seluruh tubuh. Sesaat dia tersadar: "Nggak pa’pa aku keluarin di dalem?", aku tertawa kecil: "Nggak pa’pa. Beberapa hari lagi aku mens koq." dan dia pun tersenyum. "Kayaknya kontol ku berdiri lagi deh.", "Andiiii!!!!" teriak ku sambil memukulinya, dia tertawa puas karena berhasil menggoda ku. Setelah beberapa menit istirahat dan mengumpulkan tenaga, akhirnya kami membersihkan diri seadanya, mengenakan kembali pakaian kami dan kembali duduk di tempat semula.
Malam itu akhirnya aku baru masuk ke rumah sekitar pukul 3:30 pagi. Membersihkan diri sebentar di kamar mandi dan terbaring lemas di tempat tidur ku. "Apa yang baru ku lakukan?" pikir ku. Aku bersetubuh dengan Andi, anaknya tante Ve, yang umurnya 4th lebih muda dari ku. Tapi ampun, sungguh sulit untuk menolak sosok sesexy Andi. Tubuhnya hampir sempurna, lekukan ototnya begitu sexy, dan bahasa tubuhnya selama dia menikmati permainan itu pun sungguh menggairahkan. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Kemudian aku menutup mataku dan terlelap. Sungguh, itu adalah hari yang cukup mengejuntukan.
Hampir seminggu lamanya setelah kejadian Minggu subuh di mobil itu. Selama berhari-hari aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kejadian itu. Berusaha untuk tidak mempersalahkan diriku karena bersetubuh dengan anak dari teman Mama itu, tante Ve, lebih muda dari ku 4th lagi. Bisa aja sih aku cueq saja, toh banyak kejadian dengan kondisi seperti itu, tapi entah lah… ada perasaan aneh saja dalam diriku.
Minggu sore lalu Andi telpon, sikapnya jadi lebih perhatian pada ku. Aku senang dia perhatian, tapi juga masih berperang dengan perasaan ku itu makanya aku tidak terlalu menanggapinya dengan serius. Aku pikir, kejadian subuh itu mungkin lebih pas di katakan sebagai "one night stand" saja, tidak ada keterikatan khusus di antara kami. Kalau pun Andi sering menghubungi ku lewat telpon atau pun sms, memberikan perhatian-perhatian kecilnya pada ku, aku menganggap seperti "this is just a part of the game".
Kamis malam di meja makan, ada berita mengejuntukan. Mama menyampaikan bahwa mereka mau ke Bandung bersama orang tua Andi hari Jumat besok, selama 3 hari. "Apa?? Dengan tante Ve dan oom Hadi? Untuk apa?", "Kita mau liat tanah di Lembang. Kamu mau ikut?", "Enggak. Tapi? Papa juga pergi?", "Iya.". Sebenarnya bisa saja aku ikut, tapi sepertinya kurang asyik karena itu kan acara orang-orang tua, aku males, maka itu aku memilih untuk tidak ikut serta. "Jadi besok kamu anter Papa-Mama ya ke Gambir ya?!" aku hanya mengangguk, mengiyakan.
Keesokan harinya, Jumat siang, ternyata Andi yang bagian mengantar Orang Tua-nya, sengaja mampir ke rumah ku dulu untuk sekalian menjemput Orang Tua ku. "Ketemu Andi lagi." pikir ku. Siang itu Andi mengenakan kaos merah darah, sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih. Pembawaannya seperti biasa, santai dan berkesan sangat sopan di depan Orang Tua kami. "Val, kamu ikut aja deh… sebentar aja kan nganter kita." kata tante Ve. Aku ragu-ragu untuk ikut, tapi yang lainnya pun ikut mendesak, hanya Andi yang tidak bicara apa-apa selain tersenyum saja sambil memandang ke arah ku. "Damn… why you’re so cute and sexy?" pikir ku saat melihatnya tersenyum ke arah ku. Akhirnya aku ikut juga, duduk di depan bersama Andi sedangkan para ibu-ibu duduk di kursi tengah, dan para bapak-bapak memilih duduk sambil ber"haha-hihi" di kursi belakang. Jadi ingat iklan mobil Kijang: "Ada Papa, ada Mama, ada Teteh, ada Oom, Tante…" oh no :(
Semoga saja para Orang Tua itu tidak ada yang memperhatikan tingkah kikuk dari Andi dan aku. Mau ngobrol serba salah, mau diam-diaman juga nggak mau, akhirnya tidak terlalu banyak bicara tapi saling memperhatikan satu sama lain saja. Saat sebelum memasuki KA, Mama sempat berpesan: "Val, itu ada satu berkas di meja kerja Papa yang tulisannya File 450, nanti tolong di kasih ke Andi ya, biar di bawa pulang sama dia." aku mengangguk saja, "Alamat dia mampir." pikir ku. Sebagai anak yang baik, kami menunggu hingga KA berangkat meninggalkan stasiun, melambaikan tangan pada para Orang Tua sambil kadang ingin menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mereka yang kadang seperti anak-anak muda yang sedang "hang-out" sama teman-temannya. Ketika KA makin menjauh, dan saatnya harus pulang, tiba-tiba Andi bertanya pada ku: "Kenapa kamu diem aja?", "Trus aku harus gimana?" lalu aku jalan dan menuruni tangga untuk keluar ke parkiran. Andi mengikuti saja tanpa bicara apa-apa. Hanya saja pada saat kami harus menyeberang, Andi menggandeng ku dan aku tidak menolaknya… hehehe.
Sesampainya di rumah, aku langsug menuju ruang kerja Papa untuk mencari berkas yang harus kutitipkan padanya itu. Mungkin ada 15 menitan aku mencarinya dan tidak ketemu karena banyak berkas bertumpuk di situ. "Val? Ketemu nggak?", "Belum! Banyak banget sih." teriak ku dari dalam ruangan. "Mau di bantuin nggak?", "Boleh." kata ku sambil terus memilah-milah tumpukan file tersebut. Pas saat Andi masuk ke dalam ruangan, pas saat itu juga berkas tersebut ku temukan. "Naaah… ni dia." teriak ku sambil tersenyum puas. Ku bereskan letak file yang sedikit tidak beraturan itu sebentar kemudian bergegas memberikan padanya yang sedang berdiri di depan pintu ruang kerja. Andi menerima berkas itu sambil tersenyum, menaruhnya di meja dekatnya berdiri dan kemudian tanpa basa-basi menggapai pinggangku serta menarik ku dalam dekapannya. "Ndi!!" aku sedikit menjerit karena kaget. Aku menahan tubuhnya saat dia mau mencium ku, "Knapa sih? Nggak boleh?" tanyanya tapi aku hanya diam saja sampai akhirnya dia melepas dekapannya. Aku bergegas hendak keluar ruangan tapi dia menarik tangan ku, menempatkan ku untuk tetap berada di hadapannya. "Ndiii…", "Apa? Ini salah?", "Iya!", "Nggak ada yang salah menurut ku. Aku suka kamu, Val. Nggak perduli sama umur kamu.", "Tapi aku…", "Val…" sambil makin menghimpit ku ke arah tembok "…kalo kamu takut ini berkelanjutan terus, anggap aja hubungan ini hanya intermezzo. Aku nggak mau ngomong banyak gimana aku ke kamu. Kamu liat aja sendiri sikap ku." katanya sambil menatap ku lekat-lekat. Tubuh ku sudah makin terhimpit antara tubuhnya dan tembok. "Belajar di mana dia sampai bisa bicara seperti itu?" pikir ku, karena aku tidak bisa membalikkan kata-katanya tersebut, aku hanya terdiam. Perlahan dia mencium bibir ku, kemudian mencium leher ku dan akhirnya aku terbawa oleh kenikmatan sentuhan-sentuhannya.
Terus terang, sulit menolak permainan ini karena sebenarnya aku pun menginginkannya. Pintu ruangan segera ku tutup dan kunci, khawatir pembantu di rumah membukanya atau lewat sewaktu-waktu saat kami sedang bercumbu. Andi makin menghimpit tubuhku, nafasnya memburu sambil terus mencium bibir ku dan mempermainkan lidahnya. Tangannya menggerayangi tubuhku, meremas payudaraku hingga aku menggerang keenakan. Penisnya di gesek dan ditekan-tekan ke arah vagina ku, membuat ku makin bernafsu. Ku remas pantatnya keras-keras, kemudian kubuka celana jeans-nya tanpa meminta ijin, untuk apa meminta ijin karena Andi pun membantu ku membuka celananya sendiri… hehe. Penisnya sudah menegang saat kupegang, kuremas-remas perlahan dan dia mendesah keenakan. Kemeja ku sudah terbuka sehingga payudara ku membumbul dibalik balutan bra, Andi menciumi leher ku dan makin lama makin ke bawah. Membuka kop bra tanpa melepaskan talinya dan menciumi, menjilati dan meremas-remas payudara ku dengan ganasnya. Sejenak dia menjauh, membuka kaosnya sehingga aku bisa lebih jelas melihat otot-otot lengannya yang dibalut kulit putih itu. "Vally…" bisiknya sambil menciumi leher dan meremas payudara ku. Perlahan dia membuka kancing celana panjang ku, melucutinya semua hingga celana dalam ku pun terhempas ke lantai. Vagina ku memang sudah terasa basah sejak tadi, dengan jarinya Andi mengusap-usap bibir vagina ku, menekan klitoris ku perlahan dan seakan ingin meremas vagina ku. Rasanya sangat nikmat hingga aku mendesah dan makin membuka paha ku lebih lebar lagi hingga kaki kiri ku naik ke pinggangnya. Andi menciumi ku dengan ganas, memeluk ku dan mengusap vagina ku dari belakang. Rasanya semakin nikmat saat jarinya masuk ke lubang vagina ku, keluar masuk perlahan dan kadang membuat gerakan memutar. Aku menggerang keenakan, menggeliat kegelian, dan meremas rambutnya karena gemas.
Saat kenikmatan itu berlangsung, tiba-tiba Andi menarik jarinya dan mengangkat ku dalam pelukannya. Aku digendong dan dihempaskan di sofa yang berada di ruangan itu. Senyumnya terlihat sangat nakal saat berhasil menggiring ku ke sana, menciumi ku sebegitu gemasnya dalam keadaan dia berpangku lutut di lantai, tubuhnya pas di tengah kedua paha ku yang terbuka, menciumi bibir ku dan menggigit-gigit kecil payudara ku. Kaki ku dibuka lebih lebar kemudian dia mulai mengjilati vagina ku, menghisap-hisap bibir vagina dan klitoris ku secara bergantian. Bukan main geli dan nikmat rasanya hingga aku tak tahan bila hanya berdiam diri saja. Tak hentinya aku mendesah, sedikit lebih keras saat jari Andi mulai lagi di keluar-masukkan di lubang vagina ku.
Mendadak aku mulai melenguh seperti sapi mungkin, saat Andi makin lama makin mempercepat gerakan jarinya di lubang vagina ku sambil menghisap klitoris ku. Aku benar-benar dibuatnya melayang. Tiba-tiba dia mendongak, mendekatkan dirinya pada ku dan mencium bibir ku dengan hangat, "Masukin ya Val..." tanya nya dan aku hanya mengangguk tanpa sanggup untuk menjawab. Andi menggenggam penisnya kemudian menggesek-gesekannya di bibir vagina ku kemudian memasukkannya perlahan-lahan kemudian tiba-tiba mendorong semuanya hingga masuk semua. Hentakan itu membuatku sedikit menjerit, rasa gelinya terasa hingga ke perut ku. Andi tersenyum simpul sesaat, damn... raut mukanya nakal sekali hingga aku benar-benar gemas. Ku gapai lehernya dan menariknya untuk mendekat, ku cium bibirnya penuh nafsu sambil kadang menghisap lidahnya yang bermain nakal di mulut ku. Andi mulai bergerak maju mundur sambil kami berciuman, gerakannya makin lama makin cepat, desahannya juga makin terdengar mengikuti irama penisnya yang keluar masuk di vagina ku.
Andi hampir menggigit bibir ku karena gemas, tak hentinya dia melumat bibir ku dan kadang menjilati telinga ku. "Ooohh... Ndiiii..." aku menggerang kenikmatan sambil meremas rambutnya. Gerakan Andi makin cepat, kadang berhenti sebentar hanya untuk menekannya lebih dalam lagi, "Ndi... aku mau keluar!" bisikku sambil terengah-engah, "Ayo Val... aku juga udah mau keluar...", kemudian dia mengangkat kaki ku supaya lebih lebar lagi, dengan setengah menegakkan tubuhnya dan menggenggam pinggul ku dia kembali beraksi. Pantatnya bergerak cepat maju dan mundur, penisnya keluar masuk tanpa henti di vagina ku, seiring makin cepatnya gerakan itu Andi pun menciumi payudaraku yang membumbul keluar dari balik bra yang belum terlepas. "Aaaawgh... aaaa... Ndiiii... aaaahh... Ndi aku mau keluar!!!" dan saat itu tubuh ku menegang karena aku klimaks, yang tak lama kemudian di susul oleh Andi. Penisnya di dorong makin dalam saat dia hendak mencapai klimaks, tubuh ku diremas hingga aku sempat beberapa saat terasa sesak. Aku bisa rasakan hangatnya cairan sperma yang keluar, menikmatinya dalam keadaan terkulai lemas, sedangkan Andi pun terkulai lemas di atas tubuh ku.
5 menit kami tidak saling berucap, hanya mengatur nafas masing-masing hingga tiba-tiba Andi tersentak kaget: "Val... aku keluarin di dalam!!", "Kamu sih... nggak nanya-nanya dulu. Nah lhoo...", "Kamu juga nggak ingetin aku sih. Yaaah... gimana Val?", "Naaah lho, nah lho..", "Duh Val, aku serius nih!", "Hehe... udah nggak pa’pa... 3 hari lagi aku datang bulan koq.", "Lho emang nggak pa’pa??", "Dasar! Belajar itu dulu dong baru berbuat. Kamu nih..." dan kami tertawa cekikikan.
Walaupun "aksi" itu terjadi di ruang kerja tapi kami sama sekali tidak membuatnya berantakan, jadi tidak memakan waktu lama dari saat kejadian itu selesai hingga saat kami selesai membenahi diri masing. Tubuh kami penuh dengan peluh karena itu aku mengajak Andi diam-diam naik ke kamar ku supaya dia bisa mandi di kamar mandi ruang tidur ku. Raut muka Andi berubah saat masuk ke kamar tidur ku, dengan sedikit mengernyitkan dahi dia berkomentar: "Hmp... hampir semua di sini warna Peach.", "So what?", "Nothing. It’s just so feminin.". "You don’t like it?". "I don’t mind." Katanya sambil tersenyum dan memelukku dari belakang: "Temenin aku mandi ya, Val... " rayunya sambil mencium telinga ku. Uuuuh... nakal sekali orang ini, pikir ku, tapi aku suka... hehe. 2 malam orang tua kami akan berada di luar kota, entah apa yang akan terjadi dengan kami berdua selama 3 hari 2 malam ini.